Dalam dunia pendidikan, masalah siswa yang jarang mengerjakan tugas merupakan tantangan yang umum dihadapi oleh guru maupun konselor. Masalah ini tidak hanya berkaitan dengan kedisiplinan, tetapi juga mencerminkan ketidakterhubungan antara siswa dengan realitas dan tanggung jawabnya sebagai pelajar. Salah satu pendekatan efektif yang dapat digunakan konselor adalah konseling realitas, yang dikembangkan oleh William Glasser.

Konseling realitas menekankan pentingnya tanggung jawab pribadi dan pengambilan keputusan yang rasional dalam kehidupan individu. Dalam pendekatan ini, konselor membantu klien memahami bahwa mereka memiliki kendali atas perilaku mereka, termasuk dalam hal menyelesaikan tugas dari guru.

William Glasser menyatakan bahwa “kita tidak dapat mengontrol perilaku orang lain, yang bisa kita kontrol adalah perilaku kita sendiri.” (Glasser, Reality Therapy: A New Approach to Psychiatry, 1965). Oleh karena itu, konselor tidak berfokus pada masa lalu klien sebagaimana dalam pendekatan psikoanalisa, melainkan pada apa yang bisa dilakukan klien sekarang dan ke depan untuk memperbaiki situasi.

Seorang konselor yang menangani siswa yang jarang mengerjakan tugas akan melalui lima tahap dasar dalam konseling realitas, yang dikenal dengan akronim WDEP:

  • W (Want) – Konselor menggali keinginan dan tujuan siswa. Misalnya: “Apa yang sebenarnya kamu inginkan dari sekolah ini?”
  • D (Doing) – Konselor mengidentifikasi apa yang sedang dilakukan siswa saat ini. “Apa yang kamu lakukan saat guru memberi tugas?”
  • E (Evaluation) – Konselor membimbing siswa mengevaluasi apakah tindakan mereka saat ini mendekatkan atau menjauhkan mereka dari tujuan. “Menurutmu, apakah tidak mengerjakan tugas membantu kamu mencapai apa yang kamu inginkan?”
  • P (Planning) – Konselor dan siswa menyusun rencana konkrit untuk mengubah perilaku, misalnya membuat jadwal belajar harian atau komitmen sederhana untuk menyelesaikan tugas harian.

Menurut Erford (2018), “Konselor yang menggunakan terapi realitas membantu siswa menyadari bahwa perilaku mereka saat ini adalah pilihan, dan bahwa mereka memiliki kekuatan untuk memilih secara berbeda.” Hal ini mengajarkan siswa untuk tidak menyalahkan orang lain atas kegagalannya, melainkan mengembangkan sikap tanggung jawab.

Pendekatan ini sangat cocok diterapkan di lingkungan pendidikan yang mengedepankan nilai kedisiplinan dan pengembangan karakter. Dalam jangka panjang, siswa tidak hanya terdorong untuk menyelesaikan tugas, tetapi juga belajar bagaimana membuat keputusan yang bertanggung jawab dalam hidupnya.

Dalam konteks pendidikan berbasis nilai-nilai Islam, konseling realitas juga dapat diintegrasikan dengan prinsip-prinsip spiritual. Al-Qur’an mendorong setiap individu untuk bertanggung jawab terhadap amal perbuatannya.

“Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun (sekecil apapun), niscaya dia akan melihat (balasannya). Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun (sekecil apapun), niscaya dia akan melihat (balasannya).” (QS. Az-Zalzalah: 7–8)

Ayat ini menekankan tanggung jawab personal dan bahwa setiap perbuatan, sekecil apa pun, akan dipertanggungjawabkan. Pesan ini selaras dengan prinsip konseling realitas yang membimbing siswa untuk bertindak dengan kesadaran penuh akan akibat atau konsekuensi dari setiap pilihan mereka. Siswa yang “memilih” tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru, memang sebuah kesalahan. Untuk itu guru atau konselor tidak perlu mempertegas kesalahan itu dengan ekspresi tertetentu berupa tindakan dan ucapan. Sebaliknya mereka diajak untuk menemukan cara bagaimana agar bisa bertanggung jawab.

Penggunaan teknik konseling realitas memberikan arah baru dalam mendampingi siswa yang menghadapi masalah akademik seperti malas mengerjakan tugas. Dengan pendekatan ini, siswa tidak hanya diperbaiki perilakunya, tetapi juga ditumbuhkan kesadarannya untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Konselor berperan bukan sebagai penghukum, tetapi sebagai pembimbing menuju perubahan yang positif dan bermakna. (contoh langkah-langkah yang lebih teknis, dapat dilihat di ruang Bimbingan-Konseling, Tips & Trik).

__________________________________________________________________

Bagaimana jika langkah-langkah tersebut belum berhasil?

Jika seluruh proses konseling realitas yang telah dijalankan belum berhasil membawa perubahan pada klien (misalnya klien masih jarang mengerjakan tugas), langkah selanjutnya bukan sekadar mengulang langkah-langkah yang sama secara persis, tetapi melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses yang telah berlangsung. Berikut pendekatan yang bisa diambil:

1. Evaluasi Proses Sebelumnya

Tanyakan:

  • Apakah klien benar-benar memahami dan menyetujui rencana perubahan?

  • Apakah rencana tersebut terlalu berat, tidak realistis, atau tidak sesuai minat dan gaya belajar klien?

  • Apakah ada hambatan emosional, lingkungan, atau sosial yang belum terungkap?

2. Revisi WDEP dengan Pendalaman

Jangan hanya mengulang, tapi perdalam setiap elemen WDEP:

  • Wants: Apakah keinginannya masih sama? Atau sebenarnya keinginan itu datang dari tekanan luar (guru, orang tua)?

  • Doing: Gali lebih dalam, apa sebenarnya yang klien lakukan sepanjang hari, bukan hanya yang berkaitan dengan tugas.

  • Evaluation: Tanyakan lebih reflektif, bagaimana perasaan klien terhadap gap antara harapan dan kenyataan?

  • Planning: Ubah strategi — buat rencana lebih mikro, melibatkan reward, atau ajak klien menentukan bentuk bantuannya sendiri.

3. Integrasi Pendekatan Tambahan

    Bila perlu, kombinasikan dengan konseling pendekatan lain, seperti:

    • Konseling Rational Emotive Behavior Therapy (REBT/RET) jika masalahnya berkaitan dengan pikiran negatif atau rasa tidak mampu.

    • Konseling berbasis mindfulness atau psikologi positif untuk membangun kesadaran diri dan motivasi internal.

4. Libatkan Dukungan Sosial

Kadang, perubahan tidak bisa terjadi hanya lewat dialog. Libatkan:

  • Guru mata pelajaran (untuk memberikan dukungan atau modifikasi tugas),

  • Orang tua (sebagai penguat di rumah),

  • Teman sebaya (misalnya membuat kelompok belajar).

5. Berikan Waktu

Konseling realitas tidak selalu menunjukkan hasil instan. Proses internalisasi tanggung jawab butuh waktu. Lanjutkan dengan konseling berkelanjutan dan refleksi mingguan.


Menurut Glasser (1998), “Perubahan perilaku tidak datang dari paksaan luar, tetapi dari kesadaran bahwa pilihan kita membawa konsekuensi terhadap kualitas hidup kita.”

Al-Qur’an juga mengajarkan :

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra’d: 11)