Pendidikan sejati adalah sebuah perjalanan menuju kebebasan. Kebebasan di sini bukan hanya sekadar lepas dari ketidaktahuan, tetapi juga mencakup kebebasan berpikir, bertindak, dan menentukan jalan hidup sesuai nilai-nilai yang luhur. Dalam konteks ini, pendidikan berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan individu dengan dunia di sekitarnya, memungkinkan mereka untuk memahami dan berkontribusi secara aktif dalam masyarakat. Pendidikan membebaskan manusia dari belenggu kebodohan, kemiskinan, dan ketidakadilan, memberikan mereka alat untuk berpikir kritis dan bertindak berdasarkan pengetahuan yang mumpuni. Konsep ini telah menjadi dasar dari pandangan para tokoh besar dunia, mulai dari Nabi Muhammad SAW, Ki Hajar Dewantara, Paulo Freire, hingga beberapa ahli pendidikan dari luar negeri.
Nabi Muhammad SAW: Pendidikan sebagai Pencerahan
Nabi Muhammad SAW menekankan pentingnya ilmu pengetahuan sebagai jalan pembebasan. Beliau bersabda: “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim, laki-laki maupun perempuan.” Dalam konteks ini, pendidikan bukan hanya sekadar kegiatan formal di sekolah, tetapi juga proses pembelajaran yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan dalam pandangan Nabi Muhammad tidak hanya melibatkan aspek duniawi tetapi juga aspek ukhrawi. Dengan ilmu, manusia dapat membedakan yang benar dari yang salah, serta menjalani hidup sesuai dengan tuntunan kebenaran. Proses ini membebaskan manusia dari kezaliman yang bersumber dari ketidaktahuan dan kedangkalan berpikir.
Misalnya, ketika seseorang memahami nilai-nilai moral dan etika yang diajarkan dalam agama, mereka akan memiliki landasan yang kuat untuk membuat keputusan yang bijaksana. Pendidikan memberikan pemahaman yang mendalam tentang hak dan kewajiban sebagai seorang individu di dalam masyarakat. Dengan demikian, pendidikan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad menjadi pencerahan yang membantu manusia untuk tidak hanya mengenali diri mereka sendiri, tetapi juga memahami peran mereka dalam kehidupan sosial.
Ki Hajar Dewantara: Pendidikan untuk Kemandirian
Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia, menyampaikan filosofi yang terkenal: “Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.” Filosofi ini menunjukkan bahwa pendidikan harus memerdekakan manusia untuk menjadi mandiri. Dalam pandangan Ki Hajar, pendidikan tidak boleh hanya menjadi alat untuk mencetak pekerja atau pengikut, tetapi harus mampu menciptakan manusia yang kritis, kreatif, dan berdaya untuk membangun masyarakat.
Contohnya, dalam sistem pendidikan yang diterapkan oleh Ki Hajar, siswa diajarkan untuk berpikir secara kritis dan mandiri. Mereka tidak hanya diajarkan untuk menerima informasi tanpa mempertanyakannya, tetapi diajarkan untuk menggali lebih dalam, menganalisis, dan mengembangkan ide-ide mereka sendiri. Dengan cara ini, pendidikan menjadi sarana untuk menciptakan individu yang percaya diri dan mampu menghadapi tantangan di masa depan. Kemandirian dalam berpikir ini sangat penting, terutama dalam konteks globalisasi di mana informasi dan teknologi terus berkembang pesat.
Paulo Freire: Pendidikan sebagai Pembebasan Sosial
Paulo Freire, seorang filsuf pendidikan dari Brasil, juga menegaskan bahwa pendidikan harus membebaskan manusia dari struktur sosial yang menindas. Dalam bukunya, “Pedagogy of the Oppressed,” Freire mengkritik sistem pendidikan yang ia sebut “pendidikan bank.” Sistem ini hanya menjejalkan informasi kepada siswa tanpa membiarkan mereka berpikir kritis. Freire menekankan pentingnya dialog antara guru dan siswa, sehingga pendidikan menjadi proses pemberdayaan yang melibatkan kedua belah pihak.
Freire berkata: “Pendidikan sejati adalah tindakan bersama yang membebaskan.” Dalam konteks ini, pendidikan bukan hanya tentang mempelajari fakta, tetapi juga memahami realitas sosial dan berkontribusi untuk mengubahnya menjadi lebih baik. Misalnya, ketika siswa terlibat dalam diskusi dan refleksi tentang isu-isu sosial, mereka tidak hanya belajar tentang masalah tersebut, tetapi juga dipersiapkan untuk menjadi agen perubahan. Dengan demikian, pendidikan menjadi alat untuk mencapai keadilan sosial dan memberdayakan individu untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi.
Pandangan Ahli Pendidikan Lainnya
John Dewey, seorang filsuf pendidikan asal Amerika Serikat, menyatakan bahwa pendidikan adalah kehidupan itu sendiri, bukan hanya persiapan untuk hidup. Baginya, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang membangun kebebasan berpikir dan kebiasaan bertindak dengan tanggung jawab. Ini menunjukkan bahwa pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Proses belajar harus relevan dengan pengalaman nyata siswa dan membantu mereka memahami dunia di sekitar mereka.
Sementara itu, Maria Montessori, seorang pendidik dari Italia, menekankan bahwa pendidikan harus membebaskan potensi alami anak. Montessori berkata: “Pendidikan adalah kunci untuk membuka pintu kebebasan sejati.” Dalam pendekatannya, Montessori mengembangkan metode yang menghargai keunikan setiap anak dan mendorong kebebasan dalam belajar. Melalui lingkungan yang terstruktur namun fleksibel, anak-anak diberdayakan untuk menjelajahi minat dan bakat mereka sendiri. Dengan cara ini, pendidikan tidak hanya menghasilkan individu yang terampil tetapi juga yang percaya diri dan mandiri.
Pendidikan dalam Era Modern
Di era Revolusi Industri 5.0, pendidikan harus semakin berorientasi pada kebebasan. Dengan memanfaatkan teknologi, pendidikan kini dapat diakses oleh lebih banyak orang, menghapus sekat-sekat geografis dan sosial. Namun, esensinya tetap sama: membebaskan manusia dari kebodohan, ketidakadilan, dan keterbelakangan. Dalam konteks ini, pendidikan online dan akses informasi yang luas dapat menjadi alat yang kuat untuk memberdayakan individu, terutama di daerah-daerah terpencil yang sebelumnya sulit dijangkau.
Sebagai contoh, banyak platform pendidikan daring yang menawarkan kursus gratis atau terjangkau di berbagai bidang, memungkinkan siapa saja untuk belajar sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka. Ini memberi kesempatan bagi individu dari latar belakang ekonomi yang berbeda untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Meskipun teknologi membawa banyak manfaat, penting untuk diingat bahwa pendidikan tetap harus berfokus pada nilai-nilai kemanusiaan, etika, dan tanggung jawab sosial.
Sebagai penutup perlu ditegaslkan bahwa pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan yang memanusiakan manusia. Seperti kata Albert Einstein: “Tujuan utama pendidikan adalah melatih pikiran untuk berpikir, bukan hanya menghafal fakta.” Begitu kata Socrates, “Saya tidak dapat mengajar apapun ke siapapun. Saya hanya bisa membuat mereka berpikir“. Dalam semangat inilah, pendidikan harus terus diperjuangkan. Tidak hanya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi juga untuk membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan dan ketidakadilan. Termasuk membebaskan para murid dari ketergantungan pada guru dengan cara membuat mereka mampu berpikir mandiri. Dengan membangun kesadaran akan pentingnya pendidikan yang sejati, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil, beradab, dan sejahtera.
Melalui pemahaman yang mendalam tentang peran pendidikan dalam kehidupan, kita diharapkan dapat menghargai proses belajar sebagai perjalanan yang membentuk karakter dan intelektualitas seseorang. Pendidikan yang membebaskan tidak hanya menghasilkan individu yang cerdas secara akademis, tetapi juga individu yang mampu berkontribusi secara positif bagi masyarakat. Dengan demikian, mari kita jadikan pendidikan sebagai sarana untuk mencapai kebebasan sejati, di mana setiap individu dapat menemukan potensi terbaiknya dan berkontribusi untuk dunia yang lebih baik. (Ali Mustahib Elyas)
Cipinang, 5 Desember 2024