Jumlah Pembaca : 10
Oleh: Lina Mariam
(Orang tua siswa/bendahara komite)
Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa lisan itu setajam anak panah. Sekali terucap, kata-kata bisa menjadi takdir bagi diri sendiri, juga bagi anak-anak kita. Dalam pengasuhan, setiap kata yang keluar dari mulut orang tua dapat menjadi doa atau luka. Apalagi bagi telinga kecil yang masih jernih dan jiwa yang sedang tumbuh, kata-kata kita membentuk cara mereka melihat diri sendiri dan dunia.
Setiap kata bisa diaminkan langit dan dikabulkan oleh Allah. Padahal, anak-anak hanya membutuhkan pelukan dalam bentuk kalimat dan tangki kasih sayang yang penuh dari kita. Mereka butuh kata-kata yang menenangkan, menumbuhkan, dan membuat mereka merasa aman serta dicintai. Semoga kita lebih berhati-hati agar ucapan kita tidak menjauhkan anak dari rasa aman dan cinta.
Dalam perjalanan menjadi orang tua, mudah sekali kita terjebak pada standar dunia: anak harus berprestasi, rumah harus selalu rapi, dan kehidupan harus terlihat ideal. Seolah-olah kita sedang membangun portofolio pencapaian demi pencapaian yang bisa dilihat orang lain.
Padahal, kita tidak sedang membangun portofolio dunia. Kita sedang menanam warisan untuk akhirat. Pengasuhan bukan hanya tentang hasil yang tampak hari ini, melainkan ladang amal jangka panjang. Setiap kesabaran kita, setiap pelukan, dan setiap doa yang kita bisikkan dalam gelap akan menjadi saksi cinta kita kepada Allah.
Saat kita mendampingi anak melewati tantrum dengan tenang, menasihati dengan lembut meski hati sedang lelah, mengajarkan shalat, dzikir, dan kebaikan, semua itu mungkin tidak viral di dunia. Namun, semua itu dikenali dan dicatat oleh langit.
Kelak, ketika kita tidak lagi ada di dunia ini, yang kita tinggalkan bukan hanya kenangan, melainkan jejak iman, teladan kasih sayang, dan nilai-nilai hidup yang akan anak-anak teruskan. Itulah amal jariyah yang sejati.