Di dalam diri, tiga kekuatan bertarung, Binatang yang lapar, setan yang meradang, Malaikat berbisik di sudut terang, Memanggil jiwa menuju Tuhan yang Maha Kasih-Sayang. Lihatlah manusia, tenggelam dalam pesta, Di bulan suci, kerakusan tetap merajalela, Pasar riuh, meja-meja penuh, Sementara fakir-miskin tetap mengeluh, Di singgasana, kerakusan menghisap negeri, Jabatan dijual, rakyat pun merugi, Tanah-air diobral demi kepentingan oligarki Korupsi, manipulasi kian menjadi-jadi Harta menumpuk, tapi hati hampa, Terjerat nafsu tanpa jeda. Di layar kaca, di media sosial, fitnah bertaburan, Dusta menyala, membakar kepercayaan, Kecurangan membabi buta, memutus harapan, Rekayasa terus gerilya, mengaburkan jalan kebenaran, Setan bersorak, manusia tertipu, Manusia kesetanan, bangga saling menipu, Berebut harta dan kedudukan tanpa malu, Jalan kegelapan terus dibangun para benalu. Namun di antara gelap yang pekat, Malaikat berbisik lembut dan hangat, Ada tangan yang memberi tanpa pamrih, Ada doa yang mengalir di sepertiga malam sunyi. Hening sejuk udara lailatul-qadar, Menyeka setiap jiwa resah yang pasrah. Puasa bukan sekadar menahan dahaga, Bukan hanya menunggu adzan tiba, Ia perang abadi melawan yang buas di dalam raga, Menjinakkan nafsu, mendekap kedamaian. Wahai jiwa yang mendamba cahaya, Berpuasalah dengan hati rela. Setelah tuntas menahan lapar dahaga tiga puluh hari lamanya, Berjuanglah terus di jalan itu sepanjang usia demi menggapai ridha-Nya.